Senin, 28 November 2011

Mekanisme pasar

MEKANISME PASAR

Materi Kuliah GURU BESAR TIP UGM

Konsepsi tentang permintaan, panawaran, pasar dan tingkat persaingan (the degree of competitiveness) dalam pasar merupakan beberapa terminologi dasar yang yang melatar-belakangi bagaimana sistem harga mengarahkan aktifitas ekonomis dalam masyarakat. Terminologi yang telah disebutkan ini secara umum telah menjadi perbendaharaan kata harian dalam pergaulan masyarakat dalam pemakaian-pemakain harian yang sangat tidak terbatas.  Namun demikian, untuk keperluan analisis ekonomis yang lebih rinci, pemahaman terhadap beberapa terminologi yang telah disebutkan menurut pengertian yang benar merupakan prasyarat untuk bisa memperoleh hasil analisis yang memadai.

Dalam pengenalan teoti pasar, biasanya pembahasan terhadap permintaan, penawaran dan pasar dilakukan atas dasar bentuk konkrit pasar yangsangat ideal yaitu model pasar kompetisi murni (pure competition). Penyederhanaan pemahaman yang dijabarkan dari model ini akan sangat mudah dilakukan.  Berdasarkan pemahaman model dasar ini kemudian beberapa bentuk pasar yang berbeda dalam hal tingkat persaingan, seperti monopoli, oligopoli dan sebagainya, bisa dijabarkan lebih jauh berdasarkan penyimpangan asumsi dari kondisi pure competition.

Istilah kompetiti ini seringkali merupakan istilah yang rancu, tidak hanya dalam bahasa percakapan kehidupan sehari-hari, akan tetapi sering pula membingungkan dalam pustaka ekonomi. Makna umum dari istilah competition ini memang rivalry.  Dalam teori ekonomi, ketika sepenggal kata competition ini dikaitkan dengan kata pure, maka gabungan kata menjadi pure competition ini memiliki arti yang sangat berbeda.

Sebagai salah satu bentuk pasar, telah disepakati dalam teorisasi ekonomi bahwa bentuk pasar pure competition ini secara struktural dicirikan oleh pemenuhan beberapa kondisi: (i) homogenitas produk. Dalam pasar ini para penjual menyediakan produk yang homogen, atau yang oleh para pembeli dipandang sebagai produk homogen.  Misalnya untuk kasus beras rajalele, pembeli tidak bisa membedakan beras rajalele Matahari dari rajalele Mirota Kampus;  (ii) masing-masing pembeli dan penjual relatif kecil terhadap pasar. Hal ini mencirikan suatu kondisi bahwa kekecilan pembeli dan penjual ini secara volumetris, relatif terhadap pasar, tidak memungkinkan aksi individualnya berpengaruh nyata terhadap harga dalam mekanisme pasar yang ada; (iii) tidak adanya pengendali artifisial; dan (iv) mobilitas barang, jasa dan sumberdaya ekonomi. Dua kondisi terakhir ini memungkinkan terjadinya pergerakan bebas dari permintaan, penawaran dan harga yang memiliki konsekuensi bebasnya pasar bagi entry dan exit para pelaku pasar.

Perbedaan kondisi akan memunculkan bentuk pasar berbeda. Untuk membedakannya dari pure competition, pasar perfect competition misalnya, memerlukan tambahan kondisi akan adanya informasi sempurna baik pada pihak pembeli maupun penjual sehingga bisa melakukan penyesuaian tindakan pasar bagi kepentingannya.

Bukan maksud review ini untuk membahas berbagai bentuk pasar, akan tetapi review ini hanya dimaksudkan untuk melihat elemen dasarnya: permintaan, penawaran dan pasar.

I.  PERMINTAAN


Definisi Permintaan

Secara sosiokultural, terminologi permintaan (demand) muncul dalam menghadapi keterbatasan dan kelangkaan sumberdaya dalam memenuhi keinginan konsumen. Pada saat tidak ada keterbatasan dan kelangkaan sumberdaya, manusia memenuhi kebutuhan dirinya (need) dengan sangat gampang sekali berdasarkan potensi alam sekitarnya.  Bahkan untuk memenuhi kebutuhan ini, dalam peradaban kemudian, manusia harus memilih komoditas tersedia yang sesuai dengan keinginannya sebagai makhluk hidup yang berakal dan berselera.  Pada saat itulah telah terjadi perubahan sangat besar.  Dari sekedar pemenuhan terhadap kebutuhan bergeser menjadi proses seleksi atas beberapa komoditas yang memenuhi syarat dan selera keinginan (want) untuk pemenuhan need

Sebagai ilustrasi sederhana bisa diambil pola pemenuhan makanan dasar (basic need). Kebutuhan obyektif manusia akan makanan dasar sekedar kebutuhan jasmaniah atas terpenuhinya bahan-bahan karbohidrat untuk mempertahankan kebutuhan tenaga kerja. Secara obyektif pula kebutuhan ini sebenarnya bisa dipenuhi dengan makan beberapa komoditas nabati berkarbohidrat, seperti kentang, singkong, beras dsb. Bahkan sebatang bonggol batang pisangpun boleh jadi mengandung karbohidrat.  Tetapi pertanyaannya mengapa bonggol pisang ini tidak dimakan dan masyarakat Sunda lebih senang makan nasi?.  Pada saat inilah sesungguhnya suatu penomena sosial telah terjadi.  Local values telah banyak mewarnai konsumsi manusia tidak sekedar sebagai pemenuhan atas kebutuhan hidup saja,  tetapi pemenuhan juga atas selera dan keinginan (wants).

Ternyata dalam pemenuhan selera manusia memang tidak terbatas, dihadapkan pada potensi lingkungan dan individu yang semakin terbatas.  Keterbatasan antar individu atau antar kelompok individu telah memunculkan budaya jual-beli (trading) dalam peradaban berikutnya.  Pada masa-masa awal budaya ini terjadi, praktek jual-beli diwarnai oleh mekanisme barter.  Pada saat itulah apa yang dalam teori ekonomi modern disebut sebagai demand sebenarnya telah terjadi dalam bentuk kesediaan individu untuk memperoleh atau mengkonsumsi sejumlah komoditas tertentu yang dimiliki oleh individu lain untuk dipertukarkan dengan sejumlah tertentu komoditas lain yang dimilikinya.  

Peradaban berikutnya semakin mengkokohkan teori pasar ini setelah diperkenalkannya logam mulia dan kemudian mata uang sebagai standard pertukaran dalam pertukaran. Muncullah kemudian teorisasi baku bahwa kesediaan individu mengkonsumsi sejumlah komoditas tersebut didasarkan pada kondisi harga pasar komoditas yang bersangkutan. Kendati pada awalnya kesediaan ini merupakan karakter individual yang satu sama lain boleh jadi berbeda, dalam tingkat pasar bisa dilakukan agregasi menjadi market demand.

Untuk mengingatkan kembali pada pengertian yang lebih komprehensif ini bisa dirujuk beberapa definisi permintaan dari berbagai bahan bacaan ilmu ekonomi yang telah tersedia.  Phlipps, dalam bukunya Applied Consumption Analysis, menuliskan definisi formal dalam kalimat berikut:

consumer's demand is defined as various quantities of a particular commodity which a consumer is willing and able to buy as the price of that commodity varies, with all other factors affecting demand held constant, at specific time and place[1].

Sebetulnya, kebersediaan komsumen ini dipengaruhi oleh banyak variabel meliputi antar lain: (1) harga barang atau jasa; (2) selera dan preferensi komsumen; (3) jumlah konsumen; (4) pendapatan konsumen; (5) harga barang lain yang terkait; (6) jumlah barang tersedia; dan (7) harapan konsumen terhadap harga mendatang.  Sudah barang tentu beberapa variable lain yang relevan masih bisa ditambahkan, seperti misalnya variabel intertemporal dan interspacial, segmen sosial dsb.

Dalam bentuk fungsional, hubungan yang menunjukkan keberadaan permintaan sebagai dependent variable yang dipengaruhi oleh variabel-variabel yang telah disebutkan tersebut bisa disederhanakan sbb.:

          Q = f (Px, T, C, I, Pn, R, E, O)

Q  = kuantitas barang atau jasa X
Px = harga satuan X
T   = selera dan preferensi konsumen
C   = jumlah konsumen
I    = pendapatan konsumen dan distribusinya
Pn = harga barang atau jasa lain yang terkait
R   = kisaran barang atau jasa tersedia bagi konsumen
E   = harapan (expectation) konsumen terhadap harga mendatang
O  = variabel lain yang turut berpengaruh.


Kurva dan Skedul Permintaan

Definisi permintaan telah dibakukan dengan menonjolkan hubungan dua-variabel,  antara variasi harga dan kuantitas barang  yang akan diambil konsumen. Dalam pendefinisian ini variabel (2) sampai dengan variabel (7) dianggap tidak berubah. Untuk kondisi demikian, yaitu pada saat variabel (2) sampai dengan variabel (7) merupakan parameter (ceteris paribus), maka hubungan fungsional dua-variabel bisa disederhanakan dalam bentuk matematis lebih sederhana:

            Q  =  f(Px)           atau fungsi inversenya sebagai          Px = f(Q)

Berdasarkan bentuk hubungan sederhana ini, pola hubungan akan lebih mudah dipahami.  Pada umumnya hubungan dua variabel ini memiliki karakter hubungan yang negatif.  Pada saat harga barang atau jasa sangat tinggi, maka konsumen akan cenderung mengambil atau membeli barang tersebut dalam jumlah yang lebih kecil, dibandingkan pada saat harga barang atau jasa tersebut lebih rendah. Begitu pula sebaliknya, pada saat harga barang atau jasa cukup rendah maka konsumen cenderung membeli barang tersebut lebih banyak. Sudah barang tentu dalam masyarakat pluralis ada saja pengecualian akan adanya hubungan dua-variabel yang justru positif, kendati hubungan ini sama sekali bukan merupakan pola hubungan masyarakat banyak. Pada kelainan ini, konsumen justru cenderung membeli lebih banyak pada saat harga barang atau jasa mahal (veblen effect).

Kecuali dalam bentuk hubungan matematis, hubungan dua-variabel ini sering pula dinyatakan dalam bentuk skedul permintaan (demand schedule) dan kurva permintaan (demand curve).  Melihat penyederhanaan hubungan fungsional, pada akhirnya  istilah permintaan (demand) sebagai sebuah terminologi baku dalam ilmu ekonomi selanjutnya dipakai untuk meliput keseluruhan skedul permintaan maupun kurva permintaan.





            harga X
            Rp/unit
                10
















                                                                      jumlah X/unit waktu     13   Q






Gambar 1:  Kurva Permintaan (demand curve)[2]


                        Tabel  1.  Skedul Permintaan atas Barang X


harga barang Rp/unit
 jumlah barang /unit waktu
10.000
0
9.250
1
8.500
2
7.750
3
7.000
4
6.250
5
5.500
6
4.750
7
4.000
8
3.250
9
2.500
10
1.250
11
1.000
12
250
13



Pergerakan Sepanjang dan Antar Kurva

Perubahan variabel-variabel yang telah disebutkan akan menentukan nilai variabel tidak bebas (dependent variable)  yang dalam hal ini kuantitas barang. Perbedaan watak pengaruh antara variabel harga yang secara langsung berhubungan dengan kuantitas barang dibutuhkan akan berbeda dengan watak pengaruh variabel lain yang dalam hubungan kurva permintaan ini lebih bersifat sebagai parameter yang turut serta melatar-belakangi kurva permintaan.

Perbedaan watak pengaruh memiliki konsekuensi perubahan kurva permintaan yang bersangkutan.  Pada saat yang berubah adalah variabel harga, maka akan mengakibatkan terjadinya pergerakan dalam kurva permintaan yang ada. Gerakan ini sering disebut sebagai gerakan sepanjang kurva permintaan.  Dengan kenaikan harga barang maka jumlah konsumen akan membeli lebih sedikit jumlah barang dibandingkan dengan pembelian per unit waktu sebelumnya.

Sementara itu apabila variabel yang berubah adalah bukan variabel harga barang tersebut, maka gerak perubahan yang terjadi adalah pergeseran dari satu kurva permintaan ke kurva permintaan yang lain.  Bisa dicontohkan misalnya saja pendapatan konsumen meningkat.  Pada tingkat harga yang sama, pendapatan yang lebih tinggi ini akan meningkatkan kebersediaan konsumen untuk membeli barang atau jasa per unit waktu yang sama, dibandingkan dengan kebersediaan konsumen yang bersangkutan sebelum pendapatannya meningkat.


            harga Q
            Rp/unit






                                                    A         
  


                                                                B






                                                                            jumlah X/unit waktu        Q

 

Gambar 2:  Pergerakan Sepanjang Kurva Permintaan (movement)





            harga X
            Rp/unit















                                                                                   jumlah X/unit waktu    



Gambar 3:  Pergeseran Antar Kurva Permintaan (shift)

Beberapa Penyimpangan

Permintaan yang pada awalnya merupakan watak individual akan menentukan watak pasar menjadi permintaan pasar (market demand) melalui penjumlahan mendatar. Pada umumnya watak individual dalam masyarakat luas memiliki kecenderungan yang hampir seragam, kendati beberapa penyimpangan individual merupakan penomena sosial yang mudah ditemukan dalam dunia nyata.

Penyimpangan yang paling mencolok adalah suatu watak konsumsi yang semakin besar justru pada saat harga barang semakin besar.  Pola konsumsi seperti ini sering disebut conspicuous consumption.  Kelompok jet-set dalam pola konsumsi pakaian jadi di rumah-rumah mode terpandang yang sangat tidak masuk akal bagi kebanyakan masyarakat bisa dipakai sebagai contoh pola konsumsi kelompok ini, yang sering juga disebut kelompok penyandang veblen effect

Kelompok lain yang menunjukkan penyimpangan kecil adalah kelompok konsumsi yang disebut bandwagon effect dan snob effect.  Bandwagon effect menunjukkan kecenderungan sosial yang diderita oleh sebagian konsumen yang konsumsinya ikut-ikutan terhadap konsumsi orang-orang lain. Sementara itu, snob effect ditunjukkan oleh kelompok konsumen yang agak congkak.  Kelompok konsumen ini justru cenderung menekan konsumsinya pada saat konsumen lain melakukan konsumsi terhadap barang yang sama.

Sebagai ilustrasi sangat relevan bisa ditunjukkan oleh pola konsumsi ayam goreng jenis KFC, McDonnald, Cindy's dsb.  Kelompok Veblen cenderung memilih produk dengan harga yang paling mahal, karena dalam benaknya ada satu pemahaman bahwa semakin mahal melambangkan semakin besar gengsinya.  Kelompok Bandwagon, termasuk kelompok konsumen yang belakangan masuk ke dunia konsumsi produk-produk ini setelah melihat kenyataan bahwa  rekan-rekannya telah melakukan konsumsi ini sebelumnya.  Kelompok konsumen ini beranggapan bahwa konsumsi produk-produk ini merupakan lambang modernitas. Pergeseran makanan pokok bagi sebagian masyarakat  di kawasan timur Indonesia dari sagu dan akar-akaran menjadi beras merupakan salah satu penomena sosial yang sangat cocok untuk menggambarkan modernisasi ini.  Telah diperkenalkan sistem nilai baru bahwa beras adalah konsumsi orang gagah. Pergeseran pola konsumsi yang sedikit banyak telah disengaja oleh pemerintah ini sangat merugikan, karena pergeseran ini menambah berat beban negara dalam keswasembadaan dan ketahanan pangannya.

Sementara itu, kelompok konsumen snob berada pada posisi yang berlawanan dengan kelompok bandwagon.  Apabila kelompok bandwagon melihat konsumsi yang berduyun-duyun pada produk makanan ini merupakan lambang kemajuan, dan kelompok ini akan merasa tertinggal kalau tidak masuk ke dalam dunia ini, kelompok snob malah dengan kecongkakannya merasa bahwa tidak lagi gagah memiliki pola konsumsi yang telah dilakukan oleh banyak orang.


 


                                         D3  D4                                  Dv
                           D1   D2

















Gambar 4.  Pola Conspicuous Consumption (veblen effect) dalam masyarakat



 



                                 D1      D2       D3


                                Db















Gambar 5.  Pola konsumsi kelompok penyandang Bandwagon effect



 



                                 D1    D2  D3     Ds

                               















Gambar 6.  Pola konsumsi penyandang Snob effect
























II.               PENAWARAN


Dalam pasar, keberadaan kurva permintaan belum memiliki petunjuk petunjuk yang jelas pada posisi mana harga dan kuantitas barang berada.  Interaksi pasar anatara permintaan dan penawaran akan memungkinkan terjadinya mekanisme transaksi untuk menuju pada kompromi-kompromi pasar antara pembeli dan penjual berhenti pada suatu titik, yang pada pembahasan berikutnya disebut sebagai titik kesetimbangan.

Setelah panjang lebar membahas beberapa hal yang terkait dengan konsep dan teori permintaan, mudah sekali bagi kita untuk memahami istilah penawaran (supply) karena beberapa aspek bahasan analogis antara permintaan dan penawaran. Keberadaan need, want dan demand dalam segala bentuknya,  baik yang nyata maupun yang potensial (real, latent, potential demand, dsb.),  merupakan potensi pasar yang memicu inisiatif pasar untuk menyediakan sejumlah barang yang dibutuhkan bagi produsen atau penjual.

Banyak sekali literatur ilmu ekonomi yang mendifinisikan formalisasi pemahaman permintaan ini menurut caranya sendiri.  Secara mendasar pengertian umumnya bisa dirujukkan pada salah satu definisi yang dirumuskan oleh Tomek & Robinson dalam untaian kalimat sangat sederhana berikut: 

Supply is defined as various quantities of good and services that producer is willing to sell or produce at given prices, at specific time and place[3].

Sebagaimana permintaan dedefinisikan, satu hal yang berkait dengan definisi ini adalah pengertian pada waktu dan tempat sama mengandung pengertian bahwa faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap penawaran ini dalam keadaan atau dianggap konstan.  Berdasarkan pengertian ini dipahami bahwa pengertian penawaran (supply) adalah representasi dari skedul dan kurva penawaran yang menghubungkan dua-variabel: harga dan kuantitas dari sudut pandang produsen.

Hubungan dua-variabel ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh banyak variabel lain yang pada pendefinisian hubungan dua-variabel ini dianggap sebagai parameter, sehingga secara keseluruhan kuantitas barang yang diproduksi merupakan respon produsen atau pembeli terhadap variabel-variabel:  (1) harga barang (atau jasa), (2) beaya produksi, (3) harapan harga barang mendatang (spekulatif), (4) harga barang lain yang terkait, (5) teknologi pemerintah, dan (6) kebijakan produksi.  Pergerakan yang terjadi sebagai akibat perubahan harga saja disebut pergerakan sepanjang kurva penawaran (movement along supply surve), sementara itu pergerakan yang disebabkan oleh faktor lain (2-6) disebut pergeseran antar kurva penawaran (shift).




               Rp
                                                                                               S
                                                                                           B
                                 


                                                                     A









                                                                            
                                                                           jumlah barang/waktu       Q



                Gambar 7.  Pergerakan sepanjang kurva penawaran (movement)



 

               Rp
                                                                                               So         S1

                                 
                                                                               A               B

                                                                     










                                                                            jumlah barang/waktu       Q



                Gambar 7.  Pergerakan sepanjang kurva penawaran (movement)
III.           KESETIMBANGAN PASAR


Tinjauan Matematis


Solusi pasar akan terjadi apabila terbentuk proses interaksi antara permintaan dan penawaran yang menghasilkan harga dan jumlah barang dalam kesetimbangan. Prasyarat ini harus ditegaskan karena tidak semua interaksi antara permintaan dan penawaran dalam sebuah pasar bisa bertemu dan secara bersama-sama berkompromi  menciptakan kesetimbangan.  Secara spesifik kesetimbangan ini hanya akan terjadi pada saat interaksi tersebut memiliki peluang kesamaan antara jumlah permintaan (Qd) dan jumlah penawaran (Qs).

Secara matematis kondisi kesetimbangan hanya dimungkinkan dalam kondisi sebagai berikut:

Rumusan matematis untuk permintaan:   Qd = f (Px)

Rumusan matematis untuk penawaran :   Qs = f (Px)

Sistem persamaan aljabar dalam pasar yang terdiri dari dua persamaan, kurva permintaan dan kurva penawaranini ternyata memiliki tiga variabel tidak diketahui, yaitu:  Qd,    Qs dan Px.  Secara matematis, sistem persamaan ini tidak bisa diselesaikan.  Prasyarat keseimbangan yang diajukan di atas bisa diwujudkan dalam sebuah persamaan tambahan yang memungkinkan kesetimbangan terjadi.  Dengan potensi kesetimbangan Qd = Qs ini maka sistem persamaan aljabar menjadi:

Rumusan matematis untuk permintaan:   Qd = f (Px)

Rumusan matematis untuk penawaran :   Qs = f (Px)
Dengan prasyarat kesetimbangan         :   Qd = Qs

Dalam sistem persamaan bentukan baru ini terdapat tiga persamaan dengan tiga variabel yang akan diselesaikan: Qd,  Qs dan Px,  yang memungkinkan variabel-variabel ini dicari nilainya.  Nilai-nilai solusi inilah yang kemudian disebut sebagai kesetimbangan.

 

Kesetimbangan ini mengandung arti bahwa interaksi pasar dari fungsi-fungsi tersebut akan saling berinteraksi dan cenderung menuju titik solusi ini, kendati bisa dihadapkan pada berbagai watak yang tadinya tidak setimbang.   Secara geometris, mekanisme kesetimbangan yang disajikan pada gambar berikut lebih mudah dipahami.  Gambar tersebut menunjukkan dengan jelas bagaimana solusi yang dhasilkan melalui sistem persamaan aljabar yang telah dirumuskan benar-benar memberikan solusi tunggal dan merupakan kecenderungan pasar.  Pada saat harga pasar lebih besar dari harga setimbang, maka akan terjadi apa yang disebut sebagai kondisi kelebihan barang (excess supply).  Konsekuensi logisnya adalah turunnya harga. Akibat harga yang turun ini kemudian produsen akan mengurangi volume penawarannya. Jumlah barang dan harga akan turun secara bertahap menuju kesetimbangan.  Begitu pula kecenderungan yang sama akan terjadi manakala dimulai dari harga yang lebih rendah.



               Rp
                                   D                                                        S
                                                                                           B
                                 


                                                                     A









                                                                           
                                                                                                           Qs,  Qd



      Gambar 8.  Interaksi antara Supply (S) dan Demand (D) akan menghasilkan
                         titik A sebagai kesetimbangan

               Rp
                                                                                               So        S1
                                        Do              D1                                     
                                 
                                                                                B
                                                                                         C
                                                                     A









                                                                           
                                                                           jumlah barang/waktu       Q



         Gambar 9. Supply (S) dan Demand (D) yang bergeser akan menghasilkan
                           pergeseran kesetimbangan

IV.           ELASTISITAS



Elastisitas Permintaan

Telah disampaikan sebelumnya bahwa kurva permintaan hanya merupakan hubungan dua-variabel: harga dan jumlah barang, pada hakekatnya permintaan juga dipengaruhi oleh banyak variabel yang dalam pembahasan kurva dipandang sebagai parameter.  Elasitisitas, satu terminologi yang secara bebas didefinisikan sebagai tingkat kepekaan (responsiveness) suatu variabel terhadap perubahan variabel lain, bisa dimanfaatkan  untuk mengetahui pengaruh variabel-variable tersebut terhadap kebersediaan konsumen membeli perlu diketahui elastisitasnya. 

Eckert dan Leftwitch menyebutkan Elastisitas Permintaan terhadap Harga (price elasticity of demand) sebagai takaran terhadap:
           
the responsiveness of the quantity that will be demanded to changes in price of a good or services, given the demand curve for it[4].

Dari pengertian ini elastisitas bahwa berdasarkan kurva permintaan yang melatarbelakangi hubungan harga-kuantitas, elastisitas ini mengukur kepekaan variabel kuantitas terhadap perubahan variabel harga yang terjadi.  Apabila permintaan sangat elastis terhadap harga, maka penomena nyata yang teramati di lapangan adalah meningkat tajamnya pembelian barang pada saat harga barang tersebut sedikit turun.  Sebaliknya, permintaan tidak elastis terhadap harga pada saat dunia nyata menunjukkan bahwa peningkatan pembelian ini tidak sebesar tingkat penurunan harga yang terjadi.  Secara analog, pengertian ini bisa pula dikembangkan seberapa tingkat kepekaan permintaan ini terhadap variabel-variabel yang lain, seperti, perubahan pendapatan konsumen, perubahan harga yang dialami oleh barang atau jasa lain, dan sebagainya.

Dalam pengukuran elastisitas permintaan terhadap pendapatan misalnya, bisa diketahui bagaimana perubahan permintaan sebagai akibat dar berubahnya pendapatan konsumen. Apabila permintaan ini menurun atau kurva bergeser ke kiri pada saat pendapatan konsumen meningkat, maka kita kali ini menyentuh komoditas yang bersifat inferior,  sementara pada sisi lain apabila kenaikan permintaan terjadi pada saat ada kenaikan pendapatan, maka kita sedang berada dalam pasar komoditas berketegori superior.

Pada saat kita melakukan pengukuran pengaruh harga komoditas lain, terhadap permintaan, beberapa klasifikasi hubungan antar komoditas bisa dibuat. Apabila permintaan atas komoditas tertentu meningkat atau bergsere ke kanan pada saat harga komoditas lain justru meningkat, maka bisa disimpulkan bahwa hubungan dua komoditas tersebut substitutif. Hal ini bisa diartikan, bahwa karena naiknya harga barang tersebut telah mengakibatkan permintaannya berkurang dan memicu kenaikan permintaan terhadap komoditas lain. Posisi yang sebaliknya disebut hubungan komplementer.
Pengukuran Elastisitas

Alfred Marshall, seorang economis berkewarganegaraan Inggris, mendifinisikan, elastisitas permintaan terhadap harga sebagai: the percentage change in quantity demanded divided by the percentage change in price when the price change is small. Potongan kalimat terakhir ini penting sekali diperhatikan untuk memungkinkan pengukuran-pengukuran elastisitas berdasarkan persamaan matematis yang melibatkan variabel kontinyu (continuous variables).

Dalam bentuk aljabar bisa dirumuakan:

                                                                   Dq/q
                                      e    =      --------  
                                                                    Dp/p

Perhatikan pergerakan dari titik A ke B dalam Gambar 10.  Perubahan kuantitas barang dari qo ke q1 (sebesar Dq) merupakan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari perubahan harga sebesar Dp  (po-p1).  Pengukuran dengan cara membandingkan dua titik kedudukan dalam busur A-B ini sering disebut elastisitas busur (arc elasticity).  Melihat pergerakan A-B tersebut jelas sekali bahwa elastisitas akan bertanda minus.  Hal ini terjadi karena arah perubahan harga dan kuantitas yang berlawanan. Karena alasan inilah maka perlu dipahami bahwa tanda minus ini semata-mata sekedar menunjukkan sifat atau arah hubungan yang negatif.  Jadi untuk membandingkan nilai elastisitas antara  e = -2 menunjukkan elastisitas yang lebih besar dari e = -1.

Pengukuran elastisitas titik ini bisa pula disajikan melalui pendekatan Calculus.  Dalam pendekatan ini:


                                    e      =         Dq/Dp  x  p/q

                   untuk perubahan p yang sangat kecil: Dp è0
                        maka:


                                    e      =         lim       Dq/Dp  x  p/q
                                                           Dpè0 



                                    e      =         dq/dp     x   p/q





            harga X
            Rp/unit







              po                                              A

                                      
              p1                                                                  B                                                                





                                                           qo                q1
                                                                      jumlah X/unit waktu        Q



Gambar 10:  Pengukuran Elastisitas permintaan melalui elastisitas busur



            harga X
            Rp/unit


              A         D




                                                              P

                                      
                                                                                                                                                



                                                                                                                 D
                 O                                     M                                                 T
                                                                      jumlah X/unit waktu        Q



Gambar 11:  Pengukuran Elastisitas Titik
Cara pengukuran lain terhadap elastisitas ini adalah dengan konsep elastisitas titik (point elasticity). Dibandingkan dengan konsep elastisitas busur, berdasarkan fleksibilitas terapan maupun daya ukur pendekatannya, elastisitas titik dipandang lebih tepat. Hal ini bisa dibayangkan ketika perubahan harga yang terjadi dari A-B itu amat sangat kecil, maka pendekatan elastisitas busur tidak mampu lagi mendeteksi, dan pada saat inilah yang dimungkinkan adalah pengukuran dengan elastisitas titik.

Elastisitas titik ini bisa diukur melalui pendekatan geometris yang sangat sederhana.  Dalam Gambar 11, terlihat bahwa kurva permintaan linier. Untuk mengukur elastisitas pada titik P, dimulai dengan pendefinisian elastisitas:

                                                       Dq/q
                             e    =      --------  
                                                       Dp/p

                                          =         Dq/q x  p/Dp
                                               
           
                                          =         Dq/Dp  x  p/q

Pada kurva permintaan DD, Dp/Dq adalah rumusan aljabar untuk kemiringan (slope) kurva permintaan untuk perubahan harga yang sangat kecil pada titik P. Secara geometris kurva permintaan ini memiliki kemiringan MP/MT.  Karenanya, Dp/Dq = MP/MT. Dengan kata lain Dq/Dp = MT/MP.   Pada titik P, tingakt harga adalah MP dan kuantitas barang adalah OM, sehingga dengan demikian diperoleh:

                                                       MT       MP            MT
                             e    =      -----  x   ------     =    ------
                                                       MP      OM            OM

Analisis dimensi pada perhitungan elastisitas ini menunjukkan bahwa elastisitas e adalah sebuah nilai tanpa memiliki satuan, dengan klasifikasi nilai: (1) e>1 untuk permintaan elastic; (2) e<1 :  permintaan inelastic; dan (3) e=1 untuk permintaan unitary elastic. Contoh klasifikasi ini bisa dilihat pada Gambar 12 yang menunjukkan bahwa pada titik P: e=1; pada P2:  e<1; dan pada P1: e>1.

Secara geometris, konsep elastisitas titik ini dapat pula dipergunakan untuk mengukur besarnya elastisitas pada kurva non-linier sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 13. Konsep elastisitas ini bisa juga dipakai analogis untuk menera elastisitas permintaan terhadap harga komoditas lain (cross-price elasticty), elastisitas permintaan terhadap pendapatan, elastisitas penawaran terhadap harga, dan elastisitas-elastisitas suatu variabel terhadap perubahan variabel lain.


            harga X
            Rp/unit


              A         D

                                            P1


                                                              P


                                      
                                                                                         P2                                                      




                                                                                                                 D
                 O                                          M                                            T
                                                                      jumlah X/unit waktu        Q



    Gambar 12:  Klasifikasi elastisitas kurva permintaan linier (OM=MT,  AP =PT)
                         pada P: e=1; pada PT:  e<1; dan pada AP: e>1



            harga X
            Rp/unit                   D


              A        




                                                              P

                                      
                                                                                                                             D                  



                                                                                                                
                 O                                     M                                                 T           Q



Gambar 13:  Pengukuran Elastisitas kurva DD pada titik P dengan menarik garis                       singgung AT.  Elastisitas P dari kurva DD sama dengan elastisitas P dari AT.
 
V.              APLIKASI: KEBIJAKAN HARGA PANGAN


Banyak sekali kebijakan pangan yang dilakukan oleh pihak pemerintah berdasarkan berbagai alasan.  Salah satu kebijakan yang sangat populer di negara-negara berkembang adalah kebijakan harga bahan makanan pokok.  Sebagaimana diketahui bahwa produk-produk pertanian adalah produk nabati yang terikat pada kondisi klimatis setempat, sementara permintaan tidak peka terhadap  perubahan musim.

Dengan tanpa adanya kebijakan pemerintah, bisa dibayangkan akan terjadinya fluktuasi penawaran yang sangat tergantung pada kinerja produksi yang musiman. Fluktuasi musiman ini bisa terjadi pada kisaran yang sangat tajam dalam menghadapi permintaan yang lebih kurang konstan saja.  Akibat dari fluktuasi penawaran ini adalah membanjirnya penawaran pada musim panen yang pada gilirannya menyebabkan rendahnya harga pasar.  Pada kondisi banjir penawaran ini, petani sebagai produsen akan merugi karena rendahnya harga yang harus diterima pada saat ini dibandingkan biayanya.

Akibat lain dari fluktuasi ini adalah kelangkaan penawaran pada musim-musim paceklik (off season).  Pada saat kondisi ini terjadi, harga pangan bisa tinggi sekali dan di luar jangkauan konsumen kebanyakan, sementara itu hanya beberapa pihak, bukan petani produsen, yang beruntung bisa menyimpan pangan dalam jangka waktu lama memperoleh keuntungan sangat tinggi dalam fluktuasi ini.

Mengantisipasi fluktuasi ini pemerintah menerapkan kebijakan harga dasar (floor price policy)  dan kebijakan harga eceran tertinggi (HET: ceiling price policy).  Kebijakan harga dasar dilakukan dengan tujuan untuk memberikan insentif dan pengamanan kepada petani atas kegiatan produksinya. Kebijakan HET pada sisi lain dipilih dengan tujuan pengamanan terhadap konsumen agar bisa terselamatkan pemenuhan pangannya sebagai salah satu unsur kebutuhan dasar (basic needs).

Mekanisme pasar yang terjadi amat sangat sederhana.  Kebijakan harga dasar dilakukan melalui kegiatan-kegiatan procurement atau pengadaan pada saat terjadi penen raya dengan pemberian harga dasar.  Dengan kegiatan ini kelebihan penawaran bisa ditekan dan pasar akan setimbang pada harga dasar yang telah ditetapkan.  Mekanisme pasar kegiatan pengadaan ini bisa dilihat pada Gambar 14.

Pada musim yang berbeda, dimana tidak terjadi panen yang cukup, pasar akan diwarnai oleh penawaran yang sangat terbatas dan harga pasar yang sangat tinggi. Ini gejala paceklik.  Dalam kondisi demikian, untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah melakukan kegiatan operasi pasar (OP) dengan menjual sejumlah volume pangan yang selama musim panen dibeli melalui kegiatan procurement.  Gambar 15 menunjukkan bagaimana mekanisme pengamanan harga ini terjadi.  Melalui mekanisme harga Gambar 14 dan Gambar 15, seharusnya selisih harga yang terjadi memungkinkan pelaksanaan kebijakan pemerintah ini dilakukan secara wajar tanpa subsidi berlebihan.

               P
                                   D                                                        

                                  



                pf                                                     A                     B


               po



                                                                  S


                                                                            
                                                                                     qo          qf            Q



                 Gambar 14.  Mekanisme pasar pada kebijakan harga dasar pf dengan
                                      dengan kelebihan volume pasar sebesar AB.


               Rp
                                   D                     So               S1
                                                                                           
                                  

                pc                  A                       B
                                                                    









                                                                           
                                                                                                           Qs,  Qd



      Gambar 15.  Mekanisme harga kebijakan HET, penawaran digeser dari So ke S1.
VI.           APLIKASI: STRATEGI  PEMASARAN


Apabila kepentingan lain dalam kebijakan harga yang ditunjukkan oleh Gambar 14 dan Gambar 15 dikesampingkan, maka selisih harga yang terjadi antara musim panen dan musim paceklik bisa diperhitungkan sebagai margin pemasaran (marketing margin) yang setara dengan nilai tambah yang memungkinkan kegiatan penyimpanan dilakukan.  Pengertian dasar inilah yang kemudian bisa dikembangkan untuk menangkap peluang pemasaran melalui strategi-strategi  pemasaran yang lazim dilakukan.

Secara garis besar kegiatan pemasaran ini dilakukan dalam upaya meningkatkan nilai tambah barang atau jasa dalam aras-aras: antar waktu, antar tempat, antar bentuk dan antar pemilik.  Berdasarkan pengelompokan inilah bisa digambarkan bahwa kegiatan pemasaran merupakan kegiatan peningkatan: (i) time utility; (ii) place utility; (iii) form utility; dan (iv) posessive utility.  Harga gabah pada saat paceklik jauh lebih tinggi dibandingkan harga panen. Itulah nilai tambah barang karena perubahan waktu  (time utility).  Nasi dalam warung padang harganya sudah barang tentu lebih besar dari harga beras. Itulah nilai tambah yang dihasilkan oleh perubahan bentuk dari beras menjadi nasi (form utility).  Dalam hal yang terkahir ini, selisih harga harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan kegiatan tanak nasi dilakukan.

Dalam proses pemasaran ini boleh jadi akan kita kenali beberapa tingkat pasar untuk barang yang sama atau serumpun.  Dalam kawasan persawahan akan dijumpai pasar padi lepas panen.  Sedikit masuk ke pedesaan kita sudah lebih mudah ketemu dengan pasar gabah kering giling (GKG).  Pasar kota menunjukkan mekanisme yang sama untuk komoditas beras, sementara itu pasar nasi terjadi pada warung makan dan SGPC.

Pada masing-masing subsistem pasar yang bertingkat ini, terjadi suatu mekanisme yang saling berkait.  Pasar beras telah memungkinkan mekanisme pasar terjadi di warung makan.  Pasar beraspun terjadi karena ada penawaran pada tingkat primernya di sawah (primary supply).  Pada sisi sebaliknya, permintaan akan beras menjadi ada karena adanya permintaan ujung yang dipicu oleh kebutuhan orang akan nasi sebagai primary demand.

Gambar 16 menunjukkan dengan jelas bagaimana margin pemasaran ini terbentuk dari proses mekanisme pasar yang terjadi pada dua tingkatan pasar yang berbeda: misalnya pasar padi/gabah di sawah pedesaan dan pasar beras di perkotaan. Pada tingkat sawah (farm gate),  primary supply dari proses produksi di sawah (Sp) bertemu dengan permintaan akan barang tersebut dalam bentuk permintaan turunan (Dd-derived demand).  Permintaan akan padi ini disebut sebagai permintaan turunan karena terjadi oleh picuan permintaan akan beras yang ada di pasar kota sebagai permintaan primer (Dp-primary demand).  Pada tingkat pasar kota, permintaan akan beras ini bertemu dengan penawaran turunan (Sd-derived supply).  Dua tingkat pasar ini menghasilkan harga beras pm di pasar kota yang jauh lebih tinggi dari pf,  harga gabah di desa (farm gate price). Perbedaan inilah:  pm-pf = MM, marketing margin yang memungkinkan dilakukannya jasa pemasaran dari sawah ke pasar termasuk kegiatan pemberasan, angkutan, dsb.

               Rp
                                Dp                                          Sd
                                                                                           
                                 Dd   
                                                                                             Sp
               pm
                                                                    
                pf  








                                                                            
                                                                                                           Qs,  Qd



      Gambar 15.  Mekanisme terbentuknya MM=pm-pf yang memungkinkan adanya
                           kegiatan pemasaran (penggilingan, angkutan, pak, pertokoan, dsb.)




CATATAN AKHIR

Bahan review ini disusun berdasarkan beberapa bahan bacaan Teori Ekonomi  yang sebaiknya dirujuk oleh para mahasiswa.  Bahan bacaan tersebut adalah.:

ECKERT, Ross D. and  Richard H. LEFTWITCH.  The Price System and Resource Allocation. Tenth Edition.

HENDERSON, James M. and Richard E. QUANDT. Microeconomic Theory: a Mathematical Approach.

NICHOLSON, Walter. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extension.

PHLIPS, Louis. Applied Consumption Analysis.

TOMEK, William G. and Kenneth L. ROBINSON.  Agricultural Product Prices. Third Edition.

VARIAN, L. Microeconomic Theory.


[1] Baca Phlips. Applied Consumption Analysis
[2] kendati ilustrasi ini berbentuk linier (Px = a - bx), kurva permintaan tidak harus linier. Linierisasi ini dilakukan untuk kemudahan penggambaran dan penjelasan.
[3] Tomek & Robinson. Agricultural Product Prices.
[4] Eckert, Ross D. and Richard H. Leftwitch.1988. The Price System and Resource Allocation. Tenth Edition.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar